Minggu, 28 April 2013

Hunger of Hunger Games

Pertama kali aku kenal Hunger Games itu saat ada pengumuman “Jakarta Adventure Day”. Acara ini ternyata diselenggarakan oleh dua komunitas yaitu Indo Harry Potter dan Indo Hunger Games. Sebulan setelah pengumuman acara tersebut, aku iseng mencari tahu apa sih Hunger Game itu. Aku, seperti orang awam kebanyakan, berfikir apa hubungannya Harpot dengan Hunger Game. Aku pikir itu hanya salah satu game (merujuk kepada kata Game dari frasa The Hunger Games) seperti Lost Saga, Point Black, dll. Apalagi kata Mockingjay itu gak asing bagi telingaku. Rasa rasanya pernah dengar gitu.


Ternyata Hunger Games itu novel trilogi karangan Suzanne Collins. Aku tertarik saat membaca kritik untuk buku ini yang katanya kejam. Bagaimana tidak, dalam permainan Hunger Games anak-anak kecil diadu untuk saling bunuh. Wuih… seru deh kayaknya kalau baca bukunya.


Aku yang pada dasarnya suka heboh jika menemukan sesuatu yang WAH, langsung berkata-kata sendiri di depan komputer hingga menarik perhatian teman-teman kerjaku. Aku jelaskan pada mereka bahwa aku penasaran dengan cerita The Hunger Games. Eh,, ternyata teman kerjaku malah sudah pernah nonton film-nya. Dan dia berjanji esok hari akan membawakan kasetnya untukku. (Aku tambah terkejut saat tahu Novel ini sudah diadaptasi ke film). Aku pun bergembira sekali dan segera mencoba mencari e-book The Hunger Games dan akhirnya aku berhasil menemukan ketiganya (The Hunger Games, Catching Fire, dan Mockingjay). Semuanya versi bahasa Inggris, tapi tak apalah. Yang terpenting aku bisa baca.

Dua minggu lamanya aku tenggelam dalam layar laptopku. Kerjaanku hanya baca, baca dan baca. Ternyata novelnya keren banget.  Apa saja yang keren? Mau tahu? Kasih tahu nggak ya? Ehehehe.

Menurutku, yang keren itu sih dari peraturan Hunger Games sendiri yang brutal (ya iyalah, anak-anak kecil diadu untuk saling bunuh. Mereka kan manusia, bukan domba atau ayam jago). Yang lebih mirisnya, sebelum dilepas ke arena, para tribute (24 anak itu) dimanjakan. Lihat saja mereka didandani menjadi sangat cantik dan tampan, padahal mereka (beberapa) sebelumnya tak pernah memakai baju bagus dan berpenampilan menarik. Selain pakaian, mereka juga bisa makan apa saja. Makanan yang sangat mewah dan mahal yang belum pernah mereka makan karena sebelumnya mereka terbiasa hidup miskin dengan perut selalu keroncongan. Ironis banget. Mereka kan tahu apa tujuan mereka ikut Hunger Games. Untuk bertarung dan mati (setidknya 23 dari mereka). Dan Capitol memperlalukan mereka persis seperti babi yang akan disembelih.

Selain peraturan Hunger Games yang miris, aku juga hanyut akan kehidupan Katniss sendiri. Thumbs up deh dan setuju banget dia itu survivor. Sejak umur sebelas tahun dia jadi kepala keluarga dan selalu berjuang menghidupi ibu dan adiknya. Penggambaran Suzanne atas Katniss membuatku ingat akan diriku. Aku juga anak pertama dan aku berasal dari keluarga yang biasa saja. Aku harus berjuang menghadapi kemelut hidup ini demi ibu dan tiga adiku. Yah, untuk ayahku juga sih. Hanya saja peran kepala keluarga sudah terbagi pada diriku, tak mutlak dimiliki beliau.

Cara Katniss berjuang ini mengingatkanku untuk tak lepas kontrol pada nafsu dan menyadarkaknku akan lima nyawa lain di rumah. Bahkan penggambaran rasa lapar merasuk dengan kuat dalam azzamku. Aneh memang, Indonesia masih memiliki banyak masyarakat kelaparan yang sering ditampilkan di layar kaca, tapi entah kenapa penggambaran Suzanne Collins-lah yang benar-benar menyentuhku dan membuatku merasa sebagai Katniss Everdeen.

Poin menarik ketiga mengenai star-crossed lovers district 12 yaitu Katniss dan Peeta. Jujur saja, dari ketiga buku aku sangat menyukai Catching Fire karena di buku tersebut banyak menceritakan Peeta dan Katniss yang melibatkan emosi(perasaan). Aku menyukai bagaimana cinta mereka tumbuh melalui Hunger Games dan kata-kata ”That’s what we do, protect each other” mengingatkanku pada partner perjuanganku di organisasi. Rintangan dalam berorganisasi membuat hubungan kami dekat walau sebelumnya kami hanya teman biasa yang hanya berkata ’Hai’ sat bertemu sebagai basa-basi. Di organisasi, kami saling menguatkan, saling menghibur bahkan bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Sayang, aku tak bisa mempertahankan hubungan ini. Dan kami kembali seperti dulu, menjadi teman biasa.

Poin keempat, dalam seri ketiga (Mockingjay), aku hanyut dalam perasaan Katniss yang galau tingkat dewa. Bagaimana tidak, banyak orang-orang yang dia cintai harus terancam. Katniss tak suka Distrik 13 memperlalukan dirinya dan tak ada satu orangpun yang mengerti dirinya dan mampu menentramkan hatinya. Memang ada orang yang tepat, hanya saja orang itu berada dalam cengkeraman Capitol, Peeta Mellark. Jika saja Peeta ada di distrik 13 bersama Katniss, tentu dia akan mendukung apapun yang dilakukan Katniss dan menetramkan Katniss saat Katniss bermimpi buruk,  bukan seperti Gale yang keras kepala dan penuh emosi.

Ada bagian yang kusuka disini. Saat Finnick telah menikah dengna Annie, Katniss iri melihat Finnick yang selalu menggenggam tangan Annie. Katniss iri karena Finnick bisa melakukan itu sesukanya dan dengan bahagia. Katniss membandingkan hal ini dengan dirinya. Bagaimana dia selalu show up dengan Peeta namun itu hanya akting dan bagaimana dia dengan Gale yang serba salah dan nyaris kaku. Ah,, dasar cinta. Deritanya tiada akhir (Patkai kali)

Anyway, Ladies and Gentlemen, those all what I feel about The Hunger Games. May the odds be ever in our favor. Mischief managed, then Nox (eh, itu Harry Potter)


#Hunger of November. Nggak sabar mau nonton Catching Fire :)

Tidak ada komentar: