Ramadhan,
bulan penuh berkah. Bulan dimana kegiatan yang diniatkan untuk-NYA menjadi
ibadah dengan pahala yang berlipat. Ehm,,, walaupun begitu sering saja
melewatkan ibadah karena alasan duniawi. Yah seperti kuliah, kerja, membantu orang
tua, berbelanja dan memasak sajian Lebaran.
Hal yang
bersifat duniawi inilah yang sering disesali. Kenapa ya diri ini tak tahan
godaanya? Kenapa diri ini lebih mementingkannya daripada beribadah? Bila sudah
seperti ini, biasanya aku akan bernostalgia akan masa HIGH SCHOOL dimana
Ramadhan menjadi sangat bermakna dan penuh dengan ibadah.
Masa high
school-ku dihabiskan di sebuah Pondok Pesantren modern. Katanya sih pesantren
itu sebuah penjara, penjara suci. Ehm,, salah. Kita kan santri, bukan para
tahanan yang dibersihkan hatinya dari keburukkan. Santri itu sama dengan murid.
Kami mencari ilmu, mempelajari baik dan buruk yang akan menjadi bekal kami.
Ramdahan di
pondok pesantren itu penuh dengan ngantuk. Ehehe. Sahurnya terlalu pagi. Biasa dimulai
jam dua. Nggak sedikit santri yang malas bangun dari tidur untuk ke dapur. Apalagi santri
perempuan. Soalnya malas banget ganti baju dari daster ke pakaian biasa. Jadi banyak santri yang sahur hanya dengan menegak air putih. dan itupun dilakukan kami saat akan pergi ke masjid untuk shalat Subuh.
Di sela
sela sahur, biasanya terdengar ust. Deni dari bagian informasi yangbiasa
memberitahu waktu imsak sekian menit lagi. Mungkin beliau mengabarkan hal ini
sekitar 1 jam sakali. Aku tak pernah memperhatikannya.
Selain sahur yang terlalu pagi,
jadwal masuk kelas juga diundur , kurang lebih satu jam, dan jam pelajaran siang (ba’da zuhur) ditiadakan. Jadi para
santri bisa tidur (upss) beribadah lebih lama. Yah terserah sih mau melakukan
yang mana. Toh tidur juga ibadah :)
Ba’da ashar
adalah waktunya tadarus. Semua santri berkumpul dengan kelompok mengajinya
sampai jam 5. Setelah itu baru deh bisa mandi dan menyiapkan apapun untuk
berbuka.
Setengah enam
waktunya ke masjid. Ngantri takjil terus tadarus sampai Magrib. Setelah shalat Magrib ada yang meneruskan shalat ba’diyah Magrib atau menghabiskan takjilnya.
Semuanya masih dilakukan di dalam masjid. Dan yang paling seru, saat pengurus
ibadah bersalawat, itu adalah tanda bahwa santri boleh meninggalkan masjid dan
werrrrr… santripun berhamburan menuju dapur. Lucu saja mengenang saat itu. Beberapa
santri bahkan membawa piring ke masjid supaya lebih cepat mendapatkan antrian di dapur. Walau ada yang berambisi mendapat antrian awal di dapur, tak sedikit juga yang berlama-lam dimasjid. Entah untuk tadarus atau Shalat hajat.
Untuk para
santri putri yang berhlangan, biasanya dari selesai shalat Magrib sudah ada yang mengantri di
dapur ;). Hidup dipondok yang
selalu berkeluarga membuat santri membentuk komunitas sendiri alias geng. Bukan
geng negative ya. Geng atau kelompok dimana beberapa santri bersahabat erat.
Diangkatanku,
jumlah sahabatku (geng) ada 16 orang. Ehem, jadi biasanya para geng lain akan
mempersilahkan kami untuk mengantri paling pertama. "Kasihan yang banyak", begitu
alasan mereka.
Selain mengantri
nasi dan lauk pauk, kami juga mengantri es batu. Kadang mengantri, kadang
rebutan. Dan karena badanku kecil, aku biasa menyelinap dari sela-sela lengan
temanku yang lain. Ehehehe.
Santri juga
kreatif. Kami memang tak diizinkan membuat kompor, namun banyak dari kami memiliki
sarden. Cara memask sarden ala santri adalah memasukkan kaleng sarden kedalam
wadah yang berisi air panas (mendidih). Cara kedua adalah menaruh kaleng sarden
diatas lilin dan menunggu hingga sarden mendidih.
Setelah ritual
buka puasa, cuci piring, beres-beres kamar, inilah waktunya shalat tarawih. Shalat
tarawihnya 20 rakaat dan witir 3 rakaat jadi jumlahnya 23 rakaat. Untuk kelas 3 SMP-2 SMA kami berjamaah di masjid. Untuk kelas 1-2 SMP dan kelas extension
(lulusan SMP diluar pesantren yang akan melanjutkan ke SMA) 8 rakaat. Mereka biasa berjamaah di auditorium. sedangkan untuk kelas akhir atau Nihai (3 SMA) shalalt berjamaah dilakukan di kediaman pengasuh pondok dengan jumlah rakaat 23.
Shalat tarawih
diimami oleh ustadz dan ustzah yang berbeda. Ada yang bacaannya cepat ada yang
lambat. Para santri bisa mengeluh bila sang imam atau imamah memiliki bacaan
yang lambat. Protes para santri biasa dengan gumamam, mendumel keras atau
hanya mendesah. Namun tak semua protes itu dilontarkan dengan jelas. Tergantung si
imam itu sendiri, apakah beliau memiliki posisi yang berpengaruh di organisasi
pondok atau tidak. Contohnya pengasuh pondok. Walau beliau lambat, tetap saja
tak ada yang berani protes.
Untuk kelas Nihai sendiri, para imam adalah santri nihai. Kami bergiliran menjadi imam
setiap 4 rakaat. Disini, hampir semua imam cepat. Tahu kenapa? Karena jika imam
cepat, berarti lebih cepat pulang ke asrama. Ehehe.
Setelah tarawih,
kami kembali ke rutinitas biasa. Belajar, ke kantin/koperasi atau meneruskan
tadarus. Kegiatan diluar asrama dututup saat pukul 11. Karena kami santri
putri, kami tak dianjurkan beritikaf di masjid. Pukul 11 saatnya masuk kamar. Namun
tak masalah bila pukul 2 atau 3 kami pergi ke masjid untuk itikaf.
Tak semua
santri menjalankan Ramadhan layaknya orang suci. Karena kami bukan orang yang tanpa cela. Namun kami menjalankannya
dengan bersemangat. Aku rindu melalui Ramadahn bersama my Luf, El Unique
Family, merekalah gengku alias sahabatku.
My luf,
hujratukunna fi aina? :)