Kerja. Sebuah usaha atau kegiatan yang wajib dilakukan
manusia untuk mencapai sebuah hasil. Sejak kecil, manusia sudah dikenalkan pada
kegiatan ini, walaupun kegiatan ini tidak berarti “KERJA” pada umumnya. Yang
para anak-anak tahu adalah sejauh mereka menggerakkan badan mereka untuk
kegiatan yang bermanfaat.Seperti belajar, membantu orang tua atau membantu
orang lain.
Kerja juga bukanlah kegiatan yang sia-sia. Dengan
bekerja, manusia tentunya akan mendapatkan hasil dari kerja yang telah mereka
lakukan. Seorang anak yang belajar dengan tekun akan mendapatkan nilai yang
bagus. Anak yang membantu orang tuanya atau orang lain akan membuat orang
tuanya atau orang lain tersebut senang. Ungkapan rasa senang itu bisa berupa
pujian, belaian, atau mungkin hadiah yang berupa materi, contohnya uang atau
barang.
Kerja yang sebenarnya baru akan dihadapi manusia saat
mereka meninggalkan bangku sekolah. Saat itu usi manusia rata-rata berumur 18
tahun. Sebagian ada yang langsung bekerja , sebagian ada yang kuliah dan
sebagian lagi ada yang mengambil keduanya (kuliah sambil bekerja atau bekerja
sambil kuliah).
Dalam bekerja, manusia menemukan dunia baru yaitu mengenai
profesional dan komitmen. Mereka juga dituntut untuk serius. Selain hal-hal tersebut,
mereka juga akan menemukan teman baru, lingkungan baru dan pengalaman baru.
Ketiga hal tersebut juga sangat berpengaruh pada diri tiap manusia. Biasanya
mereka akan mengalami perubahan. Entah itu mundur, maju atau tetap. Tetap
disini maksudnya perubahan yang berimbang. Entah mundur negatifnya dan maju
positfnya atau justru sebaliknya.
Semua
hal itu bagaimanapun juga membuat manusia
semakin berkembang. Itulah efek dari bekerja. Manusia dapat menggali dan
semakin tahu potensi dan kualitas yang dimilikinya. Berkembangnya
seorang manusia tentunya merupakan suatu hal yang membangakan hingga mereka sedikit melupakan alasan
mendasar dari bekerja itu sendiri.
Manusia
dianjurkan bekerja guna menggerakkan tubuh. Tanpa bekerja, manusia perlahan
akan merasa hampa seolah tak memiliki ruh lagi layaknya selongsong kosong.
Bekerja membuat manusia semakin sehat dan bugar. Justru dengan bersantai (tidak
bekerja), manusia akan menjadi malas hingga perlahan berat badanpun naik.
Bekerja
juga dilakukan manusia untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup. Tak
ada uang kau tak bisa hidup, begitu istilahnya. Dan uang yang mereka cari
dengan bekerja merupakan uang yang halal. Memang terkadang uang-nya tidak
halal, namun itu bukan dari pekerjaan karena semua pekerjaan itu baik. Jika
uang itu haram, maka itu bukan di dapat dari bekerja. Contohnya saja korupsi,
mencuri atau memalak.
Bekerja
memang tidaklah mudah. Ini bukan berarti kita tak mahir atau tak menguasai
pekerjaan kita, tapi karena sistem serta keadaan dalam pekerjaan itu sendiri.
Contohnya peraturan. Biasanya dalam bekerja banyak ditemukan peraturan konyol
yang sering tak masuk akal. Tak masuk akal jika dikalkulasikan atas nama gaji,
fasilitas, lamanya waktu kerja, lamanya istirahat, serta banyaknya pekerjaan.
Dan biasanya pula, kata tak masuk akal
dikemukakan oleh para pegawai.
Bukan
hanya itu, kondisi lingkungan kerja terkadang tak sehat dengan adanya tukang
adu domba, tukang peras, mata-mata, dan para pencari muka. Beberapa tahan dan
beberapa tidak. Mereka yang tak tahan akan hengkang dari pekerjaanya.
Masalah
tersebut memang sangat familiar. Wajar ada yang tak tahan. Yang mengherankan, kenapa
banyak yang bertahan? Alasan klasik adalah demi keluarga. Akan makan apa keluarga saya nanti? Jika saya keluar,
bagaimana saya menghidupi keluarga saya?
Sungguh
salut akan pertahanan mereka. Mereka masih bisa bekerja walaupun diperlakukan
tak adil. Harga diri mereka, hak mereka sebagai manusia harus dikorbankan demi
uang.Uang, yang merupakan hal dicari manusia melalui bekerja merupakan benda
yang memiliki kekuatan hebat. Uang memang benda mati, namun uang dapat
mengendalikan manusia. Uang dapat mengubah manusia menjadia bengis, begitu pada
umumnya. Beberapa manusia menjadi terlalu terpaku pada uang hingga melupkan
hal-hal penting di sekelilingnya (keluarga). Orang yang seperti ini disebut
workaholic. Memang tak semua wokaholic terpaku pada uang. Namun mereka tetap
menomorsatukan pekerjaanya lebih dari apapun, terlepas apakah mereka mencitai
pekerjaan tersebut.
Disamping
wokaholic, orang yang terpaku pada pekerjaan tentu saja para pemimpin
perusahaan karena merekalah yang bertanggung jawab atas berjalannya perusahaan
serta karyawannya. Namun tak berarti semua pemimpin adalah wokaholic.
Berbicara
tentang para pemimpin perusahaan, terkadang mereka sering lupa akan
kesejahteraan karyawannya bahkan terkesan semena-menademi meraih sukses
menjalankan produksi. Memang pernyataan seperti ini abstrak. Tapi bukankah
seperti itu? Jika mayoritas pekerja mengeluhkan atasannya, tak ada salahnya
jika para atasan dinyatakan seperti itu.
Apakah
dunia bekerja selalu seperti itu? Ketka bekerja, kita berusaha melakukan yang terbaik.
Selang beberapa lama kita mulai merasa tak betah. Ada saja hal yang membuat
hati kecil ita bertontak. Dan ujungnya muncul istilah rumput tetangga memang
lebih hijau. Ini yang menjadi pemicu kita untuk segera mengakhiri kerja di
tempat tersebut.
Ssesulit
itukah bekerja? Kita sudah dituntut untuk menjadi profesional serta memegang
komitmen. Kita berusaha melakukan yang terbaik bahkan terkadang bekerja
melewati batas waktu kerja pada umumnya. Untuk apa semua itu? Uang, itu karena
tujuan awal manusia bekerja adalah untuk mencari uang.
Kalu
begitu, untuk apa sekolah tinggi jika yang kita tuju selama ini adalah uang?
Untuk apa belajar tekan dalam setiap junjang pendidikan jika ujungnya kita
diperbudak? Dan jika sudah seperti ini, dimanakah nikmat bekerja?
Serendah
itukah manusia demi mempertahankan uang? Rela dicaci maki dengan gaya binatang,
rela dipecah belah keyakinannya, rela diperlakukan layaknya peri rumah. Jika
begitu, bekerja merupakan simbosis parasitisme? Pegawai terlalu bergantung pada
atasan tak peduli bagaimana mereka diperlakukan.
Para
pegawai yang bosan bekerja pada orang kebanyakan akan berubah haluan menjadi
orang yang memperkerjakan orang lain atau entrepreneur. Perintisan karir daalm
usaha memang berat. Jatuh bangun dengan hambatan dari segi materi serta
keluarga. Banyak memang yang sukses. Tapi entahlah, apakah para entrepreneur
sukses ini akan menjadi sama dengan para atasan mereka saat mereka jadi pegawai
dulu? Alsan kenapa mereka keluar kerja dan mencoba menjadi pengusaha . Siapa yang
dapat menjamin hati seseorang yang bergelimang uang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar