Aku terenyuh melihat salah satu office boy di kantorku
membawa setumpuk kertas yang baru saja di fotokopi olehnya. Aku memperkirakan
tumpukan kertas yang masih hangat itu tingginya sekitar tigapuluh sentimeter. Memang itu hal yang biasa. Yang
menjadi tak biasa dimataku adalah kertas itu dipakai untuk dijadikan data atau dokumen yang tidak krusial. Bukan
sesuatu yang penting. Sedih dan sesak melihat tumpukan kertas itu terbuang percuma dan aku
tak sanggup membayangkan berapa ribu ‘dokumen’ sudah terbuang percuma. Aku tak mempermasalahkan biaya atas pembelian kertas
karena itu resiko atasanku (ups), aku hanya sedih mengetahui pohon yang telah
tumbuh sekian tahun harus terbuang percuma dalam dokumen tak penting.
Tak ada yang bisa dilakukan sepertinya. Tak mungkin
aku protes pada atasanku dan mungkin berakhir pada silat lidah antara aku dan
beliau. Tapi aku tahu, walau sedikit, bagaimana membuat pengorbana si pohon menjadi lebih
berarti bagi manusia. Dimulai dari diriku dan juga keluargaku dan kuyakin
‘menular’ pada tetangga, teman-temanku dan juga teman-teman adikku.
Sebelum mengupas cara “menabung pohon” versiku,
sebaikya dikupas ulang bagaimana kertas terbentuk. Ini dimulai dari pohon,
tepatnya batang pohon yang dipotong kecil-kecil kemudian dimasak dengan tujuan
memilah serat kayu. Serat kayu ini kembali dimasak hingga menjadi bubur. Setelah itu, pulp(bubur kertas) diolah dengan menambahkan
bahan – bahan kimia lainnya seperti zat warna kertas (standar warna putih), zat
retensi, zat filler (zat untuk memadatkan pori – pori diantara serat kayu), air
dll. Setelah menyelesaikan tahap ini, proses dilanjutkan ke areal paper machine
(mesin kertas). Disini sisa sisa air yang terkandung dalam pulp dikuras
atau dipress agar kertas menjadi solid. Setelah itu, kertas masuk dalam tahap
pengeringan dan jadilah kertas yang siap diolah menjadi buku, koran, dll.
Berbicara tentang kertas, bulan Juni nanti adalah musim kenaikan kelas. Kenaikan kelas berarti peralatan
sekolah yang serba baru. Dan biasanya, yang popular baru adalah buku tulis.
Jika seorang anak memiliki pelajaran sebanyak 10 pelajaran, maka dia butuh buku
baru 10 buah. Jika setiap pelajaran diharuskan memiliki buku latihan dan
catatan, maka setiap anak butuh 20 buku baru. Biasanya, buku yang digunakan berupa buku tulis 32 -38 halaman untuk pelajaran
yang sangat jarang mencatat dan 58 ke atas untuk pelajaran yang sering
mengalamai latihan dan juga catatan.
Mahal memang, tapi kembali lagi kita tak berbicara tentang harga. Kita
berbicara tentang pohon yang telah menjadi lembaran kertas.
Beberapa anak bahkan orang tua mungkin enggan bila tak mengganti
buku tulis lama dengan buku baru saat kenaikan kelas. Gengsi alasan tepatnya.
Namun hal ini adalah tantangan untukku bagaiman aku bisa membujuk adikku
menggunakan buku tulis mereka dikelas yang lama (kelas sebelumnya). Mereka bisa mengganti buku tulis mereka dengan yang baru jika
buku tulis lama mereka hanya tersisa beberapa halaman. Sedangkan untuk buku
yang masih menyisakan banyak halaman kosong, mereka masih bisa
menggunakannya di kelas baru mereka. Bukankah
itu juga
termasuk berhemat karena para orang tua tak perlu menyetok banyak buku tulis baru?!
Buku- buku bekas yang masih memiliki beberapa halaman kosong juga masih berguna. Halaman kosong itu cukup dirobek dan digabungkan
dengan halaman-halaman kosong lain dari buku yang laing hingga meyerupai jilidan. Anak-anak tentu
senang dengan ‘Jilidan’ kertas tersebut. Mereka bisa menggunakannya untuk
coretan Matematika atau coretan iseng (gambar).
Menurutku itulah langkah simpel mmenghargai alam. Saat ini memang lahan kosong sangat jarang ditemukan
dan itu jugalah yang membuat manusia sedikit kesulitan menanam pohon. Kita bisa
“menabung pohon” yang sudah ada dengan menghemat kertas Lagipula, menunggu pohon tersebut tumbuh juga tak bisa dikatakan sebentar. Jadi kenapa tak mencoba mempergunakan apa yang sudah ada dengan
sebaik-baiknya?! Nabung pohon tak selalu melakukan penanaman seribu pohon, nabung pohon
bisa juga menggunakan kertas bekas menjadi kertas yang berguna.
http://www.kompasiana.com/cimbniaga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar