Menjadi dewasa. Saat anak-anak, banyak manusia yang penasaran akan dirinya di masa depan. Akan jadi apa aku nanti?
Apakah cita-citaku saat ini akan tercapai kelak?
Bagaimana rupaku saat dewasa nanti?
Pengharapan itu menjadi dorogan kuat bahwa anak-anak ingin sekali menjadi dewasa. Terutama remaja. Mereka cenderung berfikir bahwa kehidupan mereka terkekang oleh adanya orang tua (PERATURAN). Maka mereka ingin sekali cepat berumur 18 tahun, patokan bahwa manusia dianggap dewasa di Indonesia. Kenapa? Karena ingin cepat hidup mandiri (bahasa lainnya kabur dan hidup sesuka hati tanpa ada yang mengatur). Yah, remaja. Jiwanya masih labil.
Namun saat telah menjadi dewasa, berumur 18 tahun, apakah kita benar-benar dewasa? Jiwa dan fikiran? Ehm, justru saat kita sudah bisa membedakan baik dan buruk, pencarian sebenarnya baru dimulai. Bagaiman kita bisa menghadapi dan berjuang dalam kehidupan kita dan orang-orang disekitar kita. Terkadang kita ingin kembali ke masa lampau. Menikmati tiap detik masa kanak-kanak yang penuh warna.
Duh, ini justru membuat pendewasaan terdengar menakutkan
Tapi dengan fikiran yang lebih matang dan pengalaman, tentunya kita tak selalu berandai-andai bisa hidup di Neverland. Dewasa dan kanak-kanak memiliki kebahagiannya sendiri. Menyenangkan bagi anak-anak, lebih luar biasa bagi dewasa. Karena saat dewasa kita bisa berfikir dari segala sudut pandang. Yah, memang sih terkadang yang menyebalkan dari menjadi dewasa itu adalah saat kita terbentur masalah. Rasanya kita tak sanggup menjalani kehidupan ini. Tapi inilah Fairy-Tale kita. Realitas. Kita masih bisa berharap, berusaha dan berdoa untuk mendapatkan impian kita. Itu yang berbeda saat kanak-kanak dimana kita berfikir Ibu Peri bisa mengabulkan apapun yang kita mau.
Aku mulai terbiasa bertanggung jawab terhadap orang lain karena didikan sekolah-ku. Sebagai senior, aku bertanggung jawab bukan hanya karena aku anggota OSIS tapi juga bertanggung jawab terhadap junior yang tinggal sekamar denganku. Dari sinilah aku merasa nyaman menganalisis berbagai macam karakter. Senang saja mengetahui perilaku anak-anak "spesial" yang terkadang penyebabnya membuat hatiku mengaduh. Mengetahui berbagai emosi anak dan perilaku mereka menambah ilmu untukku. Ilmu kehidupan, bekal menghadapi kedewasaan.
Untuk tahu seberapa dewasanya kita adalah saat kita bertanggung jawab bukan hanya untuk diri sendiri. Kita bisa mempraktekkannya saat kita peduli pada teman. Teman, bukan keluarga. Karena saat remaja kita terbiasa menghabiskan waktu bersama mereka dan kita cenderung terbuka pada mereka dibandingkan keluarga. Selanjutnya pada organisasi. Bagaiman andil kita saat berkecimpung. Kontribusi apa yang kita beri agar organisasi tersebut bisa berjalan dengan lancar.
Teman kampusku sering menjuluki-ku sebagai orang yang "dewasa terlalu dini". Tapi menurutku tidak juga. Pengalaman ! Aku yang biasa dirumah dituntut bertanggung jawab, semakin terasah saat di sekolah menengah. Karena aku tinggal di sekolah berasrama yang memiliki disiplin tinggi. Tapi bukan berarti ketat seperti militer. Selain itu, teman-temanku, my LUF (eL Unique Family) adalah orang-orang hebat. Pembentukan karakter dasarku dalam menghadapi kedewasaan memang dimulai dari mereka. Kami tak berbeda dengan remaja pada umumnya. Hanya saja kami tidak menghabiskan waktu dengan huru- hara dengan trend allay seperti remaja sekarang. Ups.. :P
Entah bagaimana dengan kalian saat remaja. Kami kebetulan kelompok yang terdiri dari orang-orang berprestasi. Bukan sombong. Kebanyakan dari kami mendominasi kelas unggulan dan saat kami menjabat osis, posisi-posisi tinggi dan penting kami yang menjabat.
Menjadi dewasa bagi anak-anak atau orang yang lebih muda dari kita, yang seumuran dengan kita atau kawan-kawan kita bisa saja dibilang mudah. Tapi menjadi dewasa untuk orang tua kita dan orang yang lebih tua dari kita itu yang sulit. Seperti saat ini. Lingkungan kerjaku mayoritas terdiri dari kaum hawa (ibu-ibu) dan tentu saja usia mereka jauh diatasku.
Ini hal yang sangat menyebalkan. Menyebalkan bagiku karena aku merasa sebagai anak kecil di tengah mereka dan ini tentu saja mempengaruhi alam bawah sadarku hingga membuatku bertingkah sungguhan menjadi anak kecil.
Dan menurutku inilah proses pendewasaan yang paling berat. Karena masih menjalaninya, aku belum bisa memberikan kesimpulan. Keep fight :D
Dan aku masih percaya keajaiban akan datang. Keajaiban versi dewasa :D