Harry Potter dan Kamar Rahasia
adalah
buku yang pertama kali aku baca dari tujuh seri Harry Potter. Saat itu aku
masih kelas lima SD dan aku mendapatkan buku tersebut sebagai hadiah ulang
tahunku yang ke 11.
Buku
ini sangat menyentuhku dengan sisi kedetektifan dan keasyikanku semakin
bertambah karena aku membacanya di bawah lampu tidurku yang berwarna hijau,
seperti nuansa Kamar Rahasia sehingga seolah akulah Harry yang tengah menjelajahi
Kamar Rahasia (aku membaca di bawah lampu tidur itu karena aku tak bisa
melepaskan buku tersebut hingga halaman terakhir, tidak pada saat bab-bab terakhir
dimana misteri terkuak).
Sepertinya
tante Rowling memang bermaksud begitu. Hampir tiap bab diakhiri dengan kalimat
yang membuat para pembaca harus meneruskan membaca bab selanjutnya demi
memuaskan rasa penasaran.
Harry berjingkat menuju kamarnya,
menyelinap masuk, menutup pintu, dan berbalik untuk mengempaskan diri ke atas
tenpat tidurnya.
Celakanya, sudah ada yang duduk di atas
tempat tidurnya.
Harry tahu kemana dia dibawa. Ini
pastilah kantor sekaligus tempat tinggal Dumbledore.
Kedua ular itu memisahkan diri. Ketika
didnding membelah terbuka, masing-masing bagian menggeser lalu lenyap, dan
Harry, gemetar dari kepala sampai ke kaki, berjalan masuk.
Aku
menikmati tiap halaman yang menceritakan bagaimana Hermione, Harry dan Ron
memecahkan misteri Kamar Rahasia mulai dari menyelidiki horor di dalam Kamar,
siapa korban ketika Kamar Rahasia dibuka lima puluh tahun yang lalu sampai
jalan masuknya. Trio Gryffindor memang sangat penasaran tentang Kamar Rahasia
dan melakukan apapun untuk memperoleh banyak informasi. Mereka rela menyamar
sebagai tiga anak Slytherin demi mendengar ocehan Malfoy tentang Kamar Rahasia
meskipun mereka harus mencuri dri ruangan Snape dan Hermione yang berakhir di
rumah sakit akibat salah memasukkan rambut ke ramuan Polyjus-nya. Ron juga rela
masuk Hutan Terlarang dan menghadapi ratusan labah-labah raksasa meskpun dia
sendiri takut labah-labah.
Lima
hariku memang tak sia-sia dengan membaca buku ini karena begitu
menyelesaikannya, aku sangat jatuh cinta dan tak sabar untuk membaca seri
ketiganya. Seri kedua ini menurutku masih berada pada penjelasan dasar “Muggle”
tentang dunia sihir. Aku bisa berkata begini karena aku belum pernah membaca
seri pertama (hanya membaca sinopsisnya) namun aku tak tertinggal dalam istilah
dunia shir dan bisa menikmati plot secara utuh.
Bab-bab
awal masih banyak penjelasan tentang dunia sihir tanpa menghambur-hamburkan
plot. Di seri kedua ini Harry mengenal kehidupan penyihir lebih dekat karena
dia tinggal dirumah Ron di sisa liburan musim panasnya. Dipertengahan, dibahas
lebih dalam tentang dunia sihir melalui kehidupan para hantu di Hogwarts,
Mandrake, peri rumah, mantra-mantra baru, sekilas tentang masa lalu Voldemort,
misteri pengeluaran Hagrid hingga kemampuan khusus Parseltongue Harry yang
disebutkan sambil lalu di buku pertama.
Memang
semua seri Harry Potter memiliki misteri atau hal yang tak diduga oleh pembaca,
namun bagiku seri kedua inilah yang benar-benar kuat unsur detektifnya. Itu
karena Hogwarts memiliki masalah serius yang berdampak tidak hanya pada tokoh
utama, namun juga pada seluruh warga sekolah. Bayangkan apa jadinya jika
Hogwarts ditutup karena pelaku “Pembeku” kelahiran Muggle tak terungkap.
Bagaimana kisah Harry Potter selanjutnya?
Terkadang
aku bertanya sendiri kenapa Ron dan Harry juga Hermione tak mencoba, walaupun
untuk sekedar basa-basi, menanyai bagaimana Myrtle meninggal. Atau menyelidiki
lebih lanjut kamar mandi tersebut karena serangan pertama terjadi tak jauh
disana dan Si Pewaris Slytherin meninggalkan pesan di koridornya. Yah memang, hanya
Tante Rowling yang tahu jawabannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar